Selasa, 09 Maret 2010

Gunawan Tjandra Minta Pergantian Kurator

http://hukumonline.com/berita/baca/lt4b90ab79e2f12/gunawan-tjandra-minta-pergantian-kurator

Gunawan Tjandra Minta Pergantian Kurator

[Jumat, 05 March 2010]

Kuasa hukum Gunawan Tjandra menilai kurator Bertua Hutapea tidak independen. Permohonan penggantian kurator pun diajukan. 


PN Jakarta Pusat. Kuasa hukum Gunawan Tjandra minta kepada
hakim pengawas agar salah satu kurator yang mengurus harta pailt adik
Djoko Tjandra itu diganti. Foto: Sgp

Baru satu kali digelar, rapat kreditur atas pemailitan terhadap Gunawan Tjandra, sudah menuai protes dari kuasa hukum adik Djoko Tjandra itu. Pada rapat yang digelar, Senin (1/3) lalu, Ferdie Santoso, salah satu kuasa hukum Gunawan, meminta penggantian salah satu anggota tim kurator, Bertua Hutapea. Permohonan itu ditengarai pernyataan Bertua yang dinilai rasis ketika mendatangi rumah anak Gunawan di bilangan Permata Hijau Jakarta. “Kami meragukan independensinya,” ujar Ferdie saat dihubungi melalui telepon, Jumat (5/3). 
 
Permohonan penggantian itu diajukan secara tertulis kepada hakim pengawas, Nirwana. Dalam surat itu diterangkan ketika Bertua mendatangi rumah anak Gunawan untuk menemui debitur pailit, ia tak berhasil menemui Gunawan. Menurut satpam rumah itu, Gunawan tak berada di tempat. Bertua lalu mengatakan, “Ngapain loe belain Cina?” Pernyataan lain yang memberatkan Gunawan adalah pernyataan Bertua bahwa, “Rumah ini dijual juga belum bisa bayar utangnya Rabobank (PT Bank Rabobank International Indonesia).” 

Menurut Ferdie, dua fakta itu menunjukan Bertua seakan-akan bertindak hanya untuk kepentingan Rabobank saja. Hal itu bertentangan dengan Pasal 15 ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Pasal itu menegaskan kurator harus independen. Adapun kedudukan kurator Suhendra Asido Hutabarat tak dipermasalahkan. Untuk mengganti Bertua, Ferdie mengusulkan Daniel Alfredo selaku kurator baru. 

Belum jelas kapan permohonan penggantian ini akan diputuskan. Semuanya akan dikembalikan lagi pada majelis hakim pemutus yang diketuai Herdy Agusten. Lewat putusan No. 74/Pailit/2009/PN.NIAGA.JKT.PST, majelis hakim menjatuhkan putusan pailit terhadap Gunawan. Ia terbukti sebagai debitur selaku penjamin utang PT Pratama Jaringan Nusantara pada PT Bank Rabobank International Indonesia senilai Rp439,099 miliar. Ia juga memiliki kreditur lain, PT Bank Central Asia Tbk dan PT Bank Mega Tbk. 

Ketika rapat kreditur digelar, belum ada kreditur lain yang mengajukan tagihan ke kurator. Hanya, Rabobank selaku pemohon pailit yang hadir pada rapat tersebut. Dua kreditur lain yang disebut dalam putusan pun tak muncul. Padahal, kurator telah mengumumkan rapat kreditur itu di media massa terbesar di Indonesia. 


Kontra Memori Kasasi

Sementara itu, kuasa hukum Rabobank dari DNC Lawfirm telah mengajukan kontra memori kasasi melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. ‘Bantahan’ atas permohonan kasasi Gunawan itu disampaikan akhir Februari lalu. Kuasa hukum Rabobank menilai putusan Pengadilan Niaga sudah tepat dan benar. 
 
Dengan pelepasan hak istimewa dalam perjanjian jaminan utang, maka Gunawan dapat ditagih langsung atas utang PT Pratama. Pengesampingan hak istimewa sesuai Pasal 1831 KUHPerdata itu, membawa konsekuensi penjamin dapat ditagih tanpa harus menunggu barang debitur disita dan dijual lebih dahulu untuk melunasi utangnya. Hal itu sesuai dengan Pasal 1832 ayat (1) KUHPerdata. Bahkan barang-barang si penanggung dapat disita dan dijual sekalipun barang-barang si debitur belum disita dan dijual. 
 
Sesuai dengan perjanjian kredit beserta amandemen ditegaskan Rabobank tidak wajib mengingatkan PT Pratama tentang kewajiban pembayaran utang dan menyatakan PT Pratama wanprestasi. Secara otomatis, jika lewat waktu lima hari setelah utang jatuh tempo, maka PT Pratama telah cidera janji. 
 
Sebaliknya, dalam memori kasasi, kuasa hukum Gunawan Tjandra berpendapat putusan majelis hakim keliru dalam menerapkan Pasal 1820 KUHPerdata. Pasal itu mendefinisikan penanggungan adalah suatu perjanjian dimana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutangm mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.
 
Merujuk pada pasal itu, seorang penanggung berubah kapasitasnya menjadi debitur, apabila debitur awal tidak melaksanakan kewajiban. Dengan begitu, harus dibuktikan lebih dulu soal cidera janji dari debitur. Sementara, menurut Ferdie, bukti yang diajukan kuasa hukum Rabobank, tidak menunjukan bahwa PT Pratama lalai dalam membayar utang.
 
Kasus ini bermula dari perjanjian kredit antara PT Pratama dan Rabobank. Perjanjian yang diteken pertengahan Desember 2004 itu menentukan Rabobank memberikan fasilitas kredit sebesar Rp310 miliar pada PT Pratama. Jumlah itu belum termasuk bunga dan biaya lainnya. Dalam perjalanannya, perjanjian itu direvisi dengan Sub Loan Agreement No. 112 tanggal 22 Desember 2006 dan Second Amendment to Sub Loan Agreement pada 10 Agustus 2007.

Beriringan dengan perjanjian tersebut, Rabobank dan Gunawan juga menjalin perjanjian Continuing Guarantee. Dalam perjanjian itu Gunawan menjamin tanpa syarat dan tanpa dicabut kembali pembayaran dan pelunasan secara layak dan tepat waktu atas utang PT Pratama. Belakangan, PT Pratama tak jua melunasi utang sehingga Rabobank langsung menagih ke penjamin melalui kepailitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar